Sabtu, 02 Oktober 2010

Pertempuran stalingrard

Pertempuran Stalingrad, yang terjadi pada 21 Agustus 1942 hingga 2 Februari 1943, merupakan pertempuran sengit antara Jerman dan sekutunya melawan Uni Soviet, memperebutkan kota Stalingrad (yang sekarang bernama Volgograd), dalam Perang Dunia II. Pertempuran ini dianggap sebagai titik balik Perang Dunia II, dan sebagai pertempuran paling berdarah sepanjang sejarah, dimana 1,5 juta orang lebih terbunuh dari kedua pihak. Kedua pihak bertempur dengan brutal dan tidak memperdulikan korban warga sipil. Pertempuran ini terdiri dari beberapa fase, yaitu pengepungan Jerman terhadap Stalingrad, pertempuran dalam kota, serangan balik Soviet, serta pengepungan serta penghancuran kekuatan-kekuatan Poros di sekitar Stalingrad, yang ditulangpunggungi Tentara Keenam Jerman.
Menurut perkiraan, sekitar empat puluh ribu tentara dari kedua belah pihak terbunuh dalam setiap harinya. Fuhrer Adolf Hitler memerintahkan pasukannya agar dalam kondisi apapun, kota Stalingrad harus direbut. Akibatnya pasukan Jerman bertempur mati-matian untuk merebut kota tersebut. Namun, rakyat dan tentara di kota Stalingrad juga melakukan perlawanan yang sangat kuat sehingga pasukan Nazi dapat dihadang.
Sementara pasukannya terjebak dalam perang mati-matian di Stalingrad, Komando Tertinggi Jerman tidak menyadari bahwa Stalin telah mengumpulkan bala bantuan untuk menghancurkan pasukan Jerman dalam suatu kampanye musin dingin. Serangan balasan Uni Soviet dilancarkan pada bulan November 1942 ketika salju mulai turun. Serangan tersebut dengan cepat menggulung pasukan Italia, Rumania, dan Hungaria yang melindungi garis belakang Angkatan Darat ke-6 Jerman. Akibatnya, pasukan Jerman yang beroperasi di Stalingrad terkepung.
Sebenarnya, Jerman memiliki kesempatan untuk menarik mundur pasukannya sebelum Tentara Merah menyelesaikan kepungannya. Akan tetapi, Hitler bersikeras agar pasukannya tetap bertahan di Stalingrad dan memerintahkan Luftwaffe (Angkatan Udara Jerman) untuk mengirimkan perbekalan bagi mereka. Akan tetapi, musim dingin yang ganas menghalangi usaha tersebut sehingga bantuan yang dikirimkan tidak cukup untuk memberi makan 330.000 prajurit Jerman dan sekutunya yang berada di Stalingrad.
Suatu usaha lain untuk membebaskan pasukan Jerman yang terkepung dilakukan dengan mengirimkan Tentara Grup Don pimpinan Marsekal Erich von Manstein, salah seorang ahli strategi Jerman yang cemerlang. Akan tetapi, serangan tersebut berhasil dihentikan oleh bala bantuan Soviet yang masih segar di Kotelnikovo. Akhirnya, ketika dihadapkan pada kemungkinan terkepung, von Manstein menarik mundur pasukannya dan meninggalkan rekan-rekannya di Stalingrad menunggu nasib.
Pada tanggal 30 Januari 1943, Tentara Merah dibawah pimpinan Marsekal Georgy Zhukov melancarkan serangan umum ke Stalingrad dan dengan cepat menggulung pasukan Poros yang sudah kelelahan dan menderita kelaparan dan penyakit. Dua hari kemudian, Marsekal Friedrich von Paulus dan 90.000 prajuritnya yang tersisa menyerah.
Para sejarawan menilai, kekalahan Jerman di Stalingrad merupakan awal dari kejatuhan Nazi. Hingga kini pertempuran ini dianggap sebagai pertempuran terbesar dan paling berdarah dalam sejarah manusia. Jumlah korban jiwa diperkirakan mencapai 3 juta jiwa.
Diposting oleh Crisz Rx 2000 di 21.38 |  
Senin, 10 Mei 2010

Ten-Go operasi militer terbesar kekaisaran Jepang

berikut adalah ringkasan cerita dari Operasi Ten-go yang kula ringkes jadi Latar belakang lan Peristiwa (runtutan cerita) dari operasi tersebut.



Latar belakang
Setelah kalah berturut-turut dalam kampanye militer Kepulauan Solomon, Pertempuran Laut Filipina, dan Pertempuran Teluk Leyte, Armada Gabungan Angkatan Laut Kekaisaran Jepang sudah dalam keadaan hancur. Pada awal tahun 1945, Jepang hanya memiliki sejumlah kapal perang yang masih operasional ditambah sejumlah kecil pilot dan pesawat terbang. Sebagian besar dari kapal-kapal perang Jepang Armada Gabungan yang tersisa disandarkan di beberapa pelabuhan di Jepang, sementara sebagian besar kapal-kapal besar berpangkalan di Kure, Hiroshima.[2]
Setelah invasi ke Saipan dan Iwo Jima, tentara Sekutu mulai melancarkan serangan ke pulau-pulau utama Jepang. Sebagai tahap berikut sebelum dilancarkannya invasi ke pulau-pulau utama di Jepang, tentara Sekutu menginvasi Okinawa pada 1 April 1945. Pada bulan Maret, pemimpin militer Jepang menjelaskan dalam briefing di muka Kaisar Hirohito bahwa serangan udara besar-besaran akan dilakukan Jepang, termasuk penggunaan unit serangan khusus tokkōtai bila pihak Sekutu menginvasi Okinawa. Menurut laporan, kaisar kemudian bertanya, "Lalu bagaimana dengan angkatan laut? Apa yang mereka lakukan untuk membantu mempertahankan Okinawa?" Setelah merasa ditekan untuk melakukan serangan, para petinggi angkatan laut merencanakan misi bunuh diri yang melibatkan kapal-kapal perang mereka yang masih operasional, termasuk kapal tempur Yamato.[3]
Menurut rencana yang disusun dibawah arahan Panglima Tertinggi Armada Gabungan, Laksamana Toyoda Soemu,[4] Yamato dan kapal-kapal pengawalnya ditugaskan menyerang armada Amerika Serikat yang mengawal pendaratan pasukan Amerika Serikat di sebelah barat Okinawa. Yamato dan kapal-kapal pengawalnya harus membela diri sendiri dalam perjalanan menuju Okinawa, dan lalu mengandaskan diri antara Higashi dan Yomitan, dan bertarung sebagai meriam artileri hingga dihancurkan musuh. Setelah kapal-kapal mereka hancur, para awak yang selamat diharuskan meninggalkan kapal dan bertarung melawan pasukan Amerika Serikat di darat. Kalau pun ada, pesawat-pesawat tempur yang melindungi Yamato dan kapal-kapal pengawalnya hanya sedikit. Hal ini membuat mereka hampir-hampir tidak berdaya melawan serangan udara Amerika Serikat yang bertubi-tubi.[3] Yamato dan kapal-kapal pengawalnya berangkat dari Kure menuju Tokuyama, Yamaguchi di lepas pantai Mitajiri, Jepang pada 29 Maret 1945.[5] Walaupun Laksamana Seiichi Itō sepertinya mematuhi perintah atasan, sebagai komandan Operasi Ten Go, dirinya masih menolak untuk memberi perintah kepada kapal-kapalnya untuk untuk melaksanakan misi yang diyakininya sebagai sia-sia dan tidak berguna.[6]
Sebagian pimpinan Angkatan Laut tidak menyambut dengan positif rencana misi yang dianggap mereka hanya membuang-buang nyawa dan bahan bakar. Kapten Atsushi Ōi, komandan armada pengawal menentang karena dialihkannya bahan bakar dan sumber daya yang sudah terbatas untuk operasi ini. Ketika kepadanya dikatakan bahwa operasi ini "untuk menjaga tradisi dan kehormatan angkatan laut," ia berseru:[7]
Perang ini adalah perang yang melibatkan negara, lalu mengapa kehormatan dari "armada kapal-kapal" harus lebih dihormati? Siapa yang peduli dengan kehormatan mereka? Bodoh!
("Armada kapal-kapal" mengacu kepada kapal-kapal utama, khususnya kapal-kapal tempur yang "seharusnya memenangkan perang".)
Laksamana Muda Ryūnosuke Kusaka berangkat dengan pesawat terbang dari Tokyo, 5 April 1945 menuju Tokuyama dalam usaha terakhirnya meyakinkan para komandan Armada Gabungan, termasuk Laksamana Itō agar mau menerima rencana operasi. Setelah pertama kali mendengar rincian operasi (sebelumnya masih dirahasiakan, dan sebagian besar komandan Armada Gabungan tidak diberi tahu), para komandan Armada Gabungan dan kapten-kapten kapal secara bulat mendukung Laksamana Itō, dan menolak rencana operasi berdasarkan alasan yang sebelumnya dikemukakan Laksamana Itō. Laksamana Kusaka kemudian menjelaskan bahwa serangan angkatan laut berfungsi sebagai pengalih perhatian pesawat-pesawat Amerika Serikat dari serangan udara yang akan dilancarkan angkatan darat terhadap armada Amerika Serikat di Okinawa. Ia juga menjelaskan bahwa pemimpin nasional Jepang, termasuk kaisar, juga mengharapkan angkatan laut untuk berusaha sebaik-baiknya dalam mempertahankan Okinawa.
Setelah mendengar penjelasan tambahan dari Kusaka, sikap para komandan Armada Gabungan melunak, dan menerima rencana yang diusulkan. Awak kapal diberi briefing mengenai tujuan misi dan diberi kesempatan untuk tidak ikut berangkat bila mau, namun tidak ada yang bersedia ditinggal. Walaupun demikian, awak kapal yang baru, sedang sakit, dan ragu-ragu diperintahkan meninggalkan kapal.[8] Pada awak kapal dilatih untuk terakhir kalinya sebelum misi berlangsung, terutama berlatih prosedur pengendalian kerusakan.[9] Saat tengah malam, kapal-kapal diisi bahan bakar. Menurut laporan, personel Pelabuhan Tokuyama membangkang perintah atasan. Secara diam-diam, Yamato dan kapal-kapal lainnya diisi dengan semua bahan bakar yang tersisa di pelabuhan, walaupun bahan bakar yang diisikan mungkin tidak cukup untuk kembali lagi dari Okinawa.
Pertempuran
Pukul 16.00 tanggal 6 April 1945, Yamato dengan komandan Laksamana Itō, dikawal kapal penjelajah ringan Yahagi dan delapan kapal perusak berangkat dari Tokuyama untuk memulai misi.[11] Dua kapal selam, USS Threadfin dan USS Hackleback sudah memergoki Yamato ketika mereka berlayar ke arah selatan melewati Selat Bungo, namun keduanya tidak dapat langsung menyerang. Kedua kapal selam memberitahukan armada Amerika Serikat akan adanya konvoi kapal perang Jepang.[12]
Dini hari 7 April, kapal-kapal perang Jepang melewati Semenanjung Ōsumi menuju laut terbuka dari Kyushu ke arah selatan menuju Okinawa. Mereka berlayar dalam formasi defensif, Yahagi berada di depan diikuti Yamato, delapan kapal perusak membentuk lingkaran di sekeliling dua kapal yang lebih besar. Masing-masing kapal berada dalam jarak 1.500 m satu sama lainnya, dan berlayar dengan kecepatan 20 knot.[13] Salah satu dari kapal perusak Jepang, Asashimo mengalami kerusakan mesin dan kembali pulang. Pesawat pengintai Amerika Serikat mulai membayang-bayangi kapal-kapal perang Jepang. Pada pukul 10.00, kapal-kapal Jepang berbelok ke barat agar terlihat sedang ditarik mundur, namun pada pukul 11.30, setelah dideteksi dua pesawat amfibi PBY Catalina, mereka berbalik arah menuju Okinawa setelah sempat melepaskan tembakan salvo ke arah PBY Catalina dengan meriam 460 mm yang berisi amunisi khusus (san-shiki shōsan dan).
Sekitar pukul 10.00 tanggal 7 April, Angkatan Laut Amerika Serikat melancarkan serangan udara dalam beberapa gelombang yang melibatkan hampir 400 pesawat dari sebelas kapal induk Gugus Tugas 58 di bawah komando Laksamana Madya Marc A. Mitscher. Kesebelas kapal induk tersebut adalah Hornet, Bennington, Belleau Wood, San Jacinto, Essex, Bunker Hill, Hancock, Bataan, Intrepid, Yorktown, dan Langley) yang ditempatkan di sebelah timur Okinawa. Pesawat yang turut serta terdiri dari pesawat tempur F6F Hellcat, pesawat pengebom tukik SB2C Helldiver, dan pesawat pengebom torpedo TBF Avenger. Selain itu, enam kapal tempur (Massachusetts, Indiana, New Jersey, South Dakota, Wisconsin, dan Missouri) yang dikawal kapal-kapal perusak (termasuk Alaska dan Guam) ikut ditugaskan mengadang armada Jepang bila serangan udara gagal.[15]
Armada Jepang tidak dilindungi oleh kekuatan udara, sehingga pesawat-pesawat Amerika Serikat dengan mudah menyusun serangan tanpa takut adanya perlawanan dari pesawat-pesawat Jepang. Setelah penerbangan dua jam dari Okinawa, pesawat-pesawat Amerika Serikat tiba di atas armada Jepang, dan sempat memutar di atas formasi kapal-kapal Jepang, namun di luar jarak efektif senjata antipesawat. Secara teratur mereka memulai serangan ke kapal-kapal Jepang yang berada di bawahnya.[8]
Serangan gelombang pertama pesawat Amerika Serikat dimulai pada pukul 12.30. Kapal-kapal Jepang menambah kecepatan hingga 25 knot (46 km/j), memulai manuver-manuver pengelakan, dan membalas dengan tembakan senjata antipesawat. Yamato membawa hampir 150 senjata antipesawat, termasuk senapan kaliber besar 460 mm yang dapat menembakan peluru khusus antipesawat "Umum Tipe 3".[16] Pesawat pengebom torpedo sebagian besar hanya menyerang ke arah lambung kiri, maksudnya untuk meningkatkan kemungkinan kapal yang dijadikan sasaran untuk terbalik.
Pada pukul 12.46, sebuah torpedo menghantam Yahagi tepat di kamar mesin, menewaskan seluruh awak kamar mesin, dan mesin kapal terhenti. Delas buah bom tepat mengenai sasaran, dan Yahagi paling sedikit terkena oleh enam buah torpedo lainnya. Kapal perusak Isokaze mencoba membantu Yahagi tapi kena serangan, rusak berat, dan tenggelam tidak lama kemudian. Yahagi terbalik dan karam pada pukul 14.05. Para awak kapal Yahagi yang selamat terapung-apung di laut, dan dapat melihat Yamato di kejauhan. Yamato terlihat masih terus bergerak maju ke selatan, dan melawan serangan-serangan pesawat Amerika Serikat. Namun pada kenyataannya, nasib Yamato hanya tinggal beberapa menit lagi sebelum tenggelam.[19]
Dalam serangan gelombang pertama, Yamato manuver pengelakan yang intensif. Sebagian besar bom-bom yang dijatuhkan ke arahnya tidak mengenai sasaran. Torpedo yang ditembakkan kapal-kapal Amerika Serikat juga luput. Namun, Yamato terkena dua bom penembus perisai dan sebuah torpedo.[20] Gerak laju Yamato tidak terpengaruh, namun salah satu bom menyebabkan kebakaran yang tidak bisa dipadamkan di bagian belakang bangunan atas kapal. Selain itu, serangan gelombang pertama memakan korban kapal perusak Jepang Hamakaze dan Suzutsuki yang rusak berat dan mundur dari pertempuran. Tidak lama kemudian Hamakaze tenggelam.
ntara 13.20 dan 14.15, serangan gelombang kedua dan ketiga menjadikan Yamato sebagai bulan-bulanan. Yamato dihantam oleh paling sedikit delapan torpedo dan 15 bom. Ledakan bom menyebabkan kerusakan menyeluruh pada bagian atas kapal, termasuk mematikan listrik ke sistem pengarah senjata otomatis. Akibatnya, masing-masing senjata antipesawat harus diarahkan dan ditembakkan secara manual hingga mengurangi keefektifan dalam mengenai sasaran.[21] Torpedo berulang kali menghantam lambung kiri Yamato hingga miring, dan sewaktu-waktu bisa terbalik.[22] Pos-pos pengendali banjir telah hancur terkena bom hingga sulit untuk mengatasi banjir di dalam lambung kapal. Pada pukul 13.33, dalam keputusasaan untuk menjaga kapal dari terbalik, tim pengendali kerusakan Yamato membanjiri lambung kanan dan ruang boiler dengan air laut. Bahaya terbalik dapat dikurangi, namun usaha ini sekaligus menenggelamkan beberapa ratus awak Yamato di pos-pos mereka. Mereka sebelumnya tidak diberi peringatan kalau kompartemen mereka akan dibanjiri air laut.[23] Korban nyawa awak kapal memberi tambahan waktu kepada Yamato untuk mengapung 30 menit lebih lama.[24] Kerusakan mesin lambung kanan, ditambah beratnya air, membuat gerak Yamato melambat menjadi sekitar 10 knot.[25]
Setelah Yamato makin pelan dan makin mudah dijadikan sasaran, pesawat torpedo Amerika Serikat mulai berkonsentrasi untuk menghantam bagian buritan dan kendali. Mereka berhasil menyarangkan torpedo, dan Yamato tidak dapat lagi disetir.[26] Pada pukul 14.02, setelah diberi tahu bahwa Yamato sudah tidak bisa dikemudikan dan segera karam, Laksamana Itō memerintahkan misi dibatalkan, awak kapal segera meningalkan kapal, dan kapal-kapal sisanya untuk memunguti awak kapal yang selamat.[18] Yamato berkomunikasi dengan kapal-kapal perang yang selamat dengan menggunakan sinyal bendera karena radio sudah hancur.
Total 10 pesawat Amerika Serikat ditembak jatuh oleh senjata antipesawat Jepang, beberapa dari awak pesawat diselamatkan oleh pesawat amfibi atau kapal selam. Secara keseluruhan, hanya 12 prajurit Amerika Serikat tewas. Beberapa awak kapal Jepang yang selamat melaporkan bahwa pesawat-pesawat tempur Amerika Serikat menembaki awak kapal yang terapung-apung di laut dengan senapan mesin.[31][32] Awak kapal Jepang yang selamat juga melaporkan pesawat-pesawat Amerika Serikat untuk sementara menghentikan serangan ke kapal-kapal perusak Jepang yang sedang sibuk memunguti awak kapal yang selamat.[33]
Selama pertempuran laut terjadi, sesuai rencana, Angkatan Darat Jepang melakukan serangan udara ke armada Angkatan Laut Amerika Serikat di Okinawa. Namun Jepang gagal menenggelamkan sebuah kapal pun. Sekitar 115 pesawat terbang, sebagian di antaranya melakukan serangan kamikaze, menghantam kapal-kapal Amerika Serikat sepanjang hari 7 April. Pesawat-pesawat Jepang menghujamkan diri ke Hancock, kapal tempur Maryland, dan kapal perusak Bennett hingga menyebabkan kerusakan sedang di Hancock dan Maryland, namun Bennett rusak berat. Sekitar 100 pesawat Jepang hancur dalam serangan.
Diposting oleh Crisz Rx 2000 di 23.26 |  
Sabtu, 08 Mei 2010

Tenggelamnya kapal Yamato kapal terbesar buatan kekaisaran jepang

Berikut adalah ringkasan pendek mengenai tenggelamnya Kapal Yamato milik kekaisaran Jepang.

Tragedi tenggelamnya Kapal Yamato
Kapal perang Yamato berangkat tanggal 6 April 1945 dalam operasi Ten-Go menuju pantai Okinawa yang pada waktu itu mulai diserang AS secara besar-besaran. Jepang yang waktu itu memang sudah sangat terjepit dan angkatan udaranya boleh dikatakan sudah lumpuh, hanya menyertakan light cruiser Yahagi dan delapan kapal perusak untuk mengawal kapal Yamato. Komandan kapal dan seluruh awal kapal Yamato memang sudah mengetahui bahwa tanpa perlindungan pesawat2 angkatan udara, misi ini sama saja dengan misi bunuh diri. Dan mereka juga merasa bahwa misi Ten-Go ini adalah misi terakhir mereka bersama kapal perang kebanggaan mereka Yamato. Armada kapal perang Yamato ini terdeteksi oleh kapal selam AS, malam hari itu juga. Dan pada pagi hari tanggal 7 April 1945 pukul 08.30 waktu setempat, AS mulai meluncurkan pesawat-pesawat tempur/pembomnya dari 2 kapal induk mereka yaitu USS Hornet dan USS Bennington untuk menghadang dan menenggelamkan armada Yamato. Pukul 10 lewat, pertempuranpun dimulai! Pesawat2 AS mulai membom dan mengirimkan torpedo dari udara untuk menghancurkan kapal Yamato dan para kapal pengawalnya. Dalam melakukan aksi dive dalam menyerang kapal perang Yamato, pesawat2 AS sebisa mungkin membentuk sudut 90o, yang membuat meriam-meriam anti serangan udara pada kapal-kapal armada Yamato mengalami sedikit kesulitan dalam menembak pesawat2 AS tersebut. Dan juga dalam menyerang dan merusak kapal Yamato, AS menyerangnya sebisa mungkin hanya dari satu sisi saja, sehingga jikalau akan tenggelam, dan kapal Yamato mulai kebanjiran, maka sistem penanganan anti-banjir di kapal tersebut akan susah berfungsi karena kapal miring ke satu arah! Ini yang menyebabkan pada akhirnya sekitar pukul 14.00, komandan kapal Yamato memerintahkan awaknya untuk meninggalkan kapal, karena kapal sudah tidak dapat diselamatkan lagi. Dari 2778 awak kapal Yamato, hanya 280 saja yang berhasil diselamatkan. Bukan itu saja, dari armada Yamato yang tersisa, hanya tinggal 4 kapal perusaknya yang selamat, 4 kapal perusak lainnya dan juga light curiser Yahagi ikut tenggelam bersama kapal perang Yamato, kapal perang kebanggaan mereka! Dalam menenggelamkan kapal Yamato ini, AS sama sekali tidak melibatkan kapal-kapal perang angkatan lautnya. Sungguh tragis, akhir drama dari kapal perang terbesar yang pernah dibuat manusia sampai saat ini! Dan terlebih lagi, dengan tenggelamnya kapal perang Yamato ini, yang merupakan kartu as terakhir bagi angkatan perang kekaisaran Jepang, maka kekalahan angkatan perang Dai Nippon hanya tinggal menghitung hari saja…….
Diposting oleh Crisz Rx 2000 di 20.54 |  

Menguak sejarah Iwo Jima dari film The Latters from Iwo Jima dengan flag of Our Father

Hey kawan yang ingin tahu sejarah mengenai perang di Iwo Jima berikut kula berikan sinopsis cerita dai dua film buatan cliff Easton

The Latter from Iwo Jima
Film dibuka dengan adegan sekelompok arkeolog Jepang menyusuri gua yang digali tentara Jepang semasa perang di Iwo Jima, dan menemukan sesuatu yang terkubur di dalam tanah. Adegan lalu berpindah ke tahun 1945.
Prajurit Saigo, seorang bekas tukang roti, dan rekan-rekannya sedang menggali parit perlindungan di Iwo Jima. Saigo mengeluh ingin pulang pada rekannya Kashiwara, dan didengar komandan hingga keduanya digebuki dengan alasan pengecut. Sementara itu, Letjen Tadamichi Kuribayashi tiba di Iwo Jima untuk mengambil alih pimpinan garnisun dan memulai inspeksi pertahanan yang dibuat di pulau.
Kuribayashi meminta para prajurit yang sedang menggali parit perlindungan di pantai untuk berhenti, dan memerintahkan mereka untuk memperkuat pertahanan di tempat yang lebih tinggi. Komandan diminta berhenti memukuli Saigo dan Kashiwara, dan menyuruh mereka berdua diberi air dan istirahat. Petang hari berikutnya, Baron Takeichi Nishi, atlet peraih emas Olimpiade dan seorang teman lama mengajak Kuribayashi makan malam. Letkol Takeichi memberitakan bahwa kali ini tidak ada dukungan angkatan laut yang membantu mempertahankan Iwo Jima. Armada AL Jepang sudah dihancurkan dalam Pertempuran Teluk Leyte. Setelah mendengar berita ini, Kuribayashi mengungsikan penduduk sipil ke Pulau Honshu. Tindakan yang mencerminkan keputusan bahwa Iwo Jima akan dipertahankan sampai mati.
Kondisi sanitasi dan gizi yang buruk memakan korban beberapa orang prajurit tewas, termasuk Kashiwara, tapi pekerjaan menggali gua dan parit terus dilanjutkan. Sementara itu, Prajurit Satu Shimizu tiba di Iwo Jima untuk bertugas. Saigo dan rekannya, Nozaki mencurigai Shimizu sebagai anggota Kempeitai (polisi militer) yang dikirim untuk memata-matai prajurit yang tidak setia.
Para prajurit terpaksa menggali lebih dalam lagi karena serangan sudah dimulai. Moril prajurit mulai jatuh dan mereka bersiap-siap menghadapi pertempuran dengan mengenakan ikat perut senninbari. Nozaki berkata kepada Saigo dirinya tidak akan mati karena senninbari yang dijahit ibunya. Shimizu juga bertanya pada Shimizu apakah dirinya juga memiliki senninbari, yang dijawabnya dengan mengeluarkan senninbari dari dalam tas. Kuribayashi memerintahkan para prajurit untuk tidak mati dulu sebelum membunuh sedikitnya 10 prajurit musuh. Pertempuran pun dimulai setelah pendaratan pasukan Marinir AS yang pertama.
Adegan-adegan pertempuran memperlihatkan jatuhnya posisi pertahanan Jepang di pantai, termasuk garnisun di Gunung Suribachi yang dihancurkan musuh. Sewaktu beristirahat di dalam gua, Saigo mendesak Shimizu agar mengaku bahwa dirinya adalah Kempeitai. Dengan kilas balik diceritakan tentang Shimizu yang dipecat dari Kempeitai, dan dikirim ke Iwo Jima karena menolak perintah atasan untuk membunuh seekor anjing yang terus menggonggong. Setelah mendengar cerita Shimizu, sikap Saigo melunak.
Tidak lama kemudian, Shimizu tidak tahan lagi dan mengajak Saigo untuk sama-sama menyerah. Saigo tidak jadi menyerah karena rencana desersi lebih dulu diketahui komandan yang memerintahkan penjaga baru untuk menembak siapa saja yang berencana kabur. Sewaktu menyerahkan diri pada patroli Marinir Amerika, Shimizu bertemu dengan seorang tentara Jepang yang juga desersi, tapi prajurit Marinir yang diberi tugas menjaga malah menghabisi mereka berdua. Saigo meletakkan kain senninbari pada jasad Shimizu, dan sadar bahwa dirinya juga akan mati.
Setelah bertemu Saigo dan peletonnya, Kuribayashi begitu kecewa prajurit dengan jumlah prajurit yang tersisa. Setelah bertempur lima hari, tentara Jepang kehabisan air dan terpaksa makan cacing dan serangga. Dalam keadaan payah, para prajurit tidak berhenti menulis surat kepada keluarga mereka, walaupun mereka tahu surat mereka tidak akan pernah sampai. Di akhir cerita, Kuribayashi memerintahkan serangan terakhir dengan semua prajurit yang tersisa, dan menugaskan Saigo untuk tinggal di garis belakang memusnahkan semua dokumen, serta mengubur sekantong penuh surat-surat yang ditulis para prajurit. Sementara itu, pasukan Kuribayashi melancarkan serangan habis-habisan hingga Kuribayashi terluka dan perlu diseret Letnan Fujita.
Di pagi keesokan harinya, Kuribayashi dan Fujita ada di pantai. Fujita diperintahkan memenggal kepala Kuribayashi, tapi sewaktu baru saja mengangkat pedang, Fujita ditewaskan tembakan seorang penembak jitu Marinir. Saigo muncul dan diperintahkan Kuribayashi untuk menguburkan jasadnya kalau ia sudah mati. Kuribayashi menembak dirinya di bagian dada dengan pistol hadiah seorang teman berkebangsaan AS sewaktu ia tinggal di Amerika. Patroli Amerika yang tiba di tempat memungut pistol Kuribayashi dan pedang Fujita sebagai kenang-kenangan. Saigo ditangkap dan dijadikan tawanan, tapi mengamuk setelah Saigo melihat pistol Kuribayashi terselip di sabuk seorang marinir. Saigo diancam untuk ditembak oleh marinir yang menghabisi Shimizu, tapi dihentikan komandan. Saigo dipukul sampai pingsan dengan popor senapan dan ditandu ke pos pertolongan di pantai.
Adegan kembali ke awal film ketika sekelompok arkeolog Jepang menemukan sekantong surat yang dikubur Saigo

The Flag of Our father
Film ini bercerita tentang 7 prajurit Korps Marinir Amerika Serikat dari Resimen Marinir 28, Resimen Marinir 5 bernama Sersan Mike Strank, Prajurit Satu Rene Gagnon, Prajurit Satu Ira Hayes, Kopral Harlon Block, Prajurit Satu Franklin Sousley, Sersan Hank Hansen, dan Prajurit Satu Ralph Ignatowski, serta anggota medis angkatan laut PhM2. John "Doc" Bradley.
Pada Desember 1944, Korps Marinir Amerika Serikat dilatih di Kamp Tarawa, Hawaii. Sebelum diberangkatkan ke Iwo Jima, mereka dilatih mendaki gunung dan naik kapal higgins. Seperti dikatakan Kapten Severance, mereka akan bertempur di wilayah musuh dan menemui perlawanan keras. Beberapa hari kemudian, armada Angkatan Laut Amerika Serikat sampai di lepas pantai Iwo Jima dan mulai menembaki posisi-posisi pertahanan Jepang. Pada malam sebelum pendaratan, Mike ditugaskan sebagai komandan Peleton Dua.
Pada hari berikutnya, 19 Februari 1945, prajurit marinir didaratkan di pantai dengan kapal pendarat, namun tidak menemui perlawanan sama sekali. Seperti halnya prajurit marinir yang lain, Ralph, alias "Iggy" menyangka bombardemen angkatan laut telah menewaskan semua tentara Jepang. Ketika para prajurit marinir mulai bergerak semakin jauh di daratan, mereka dijadikan sasaran tembak Jepang. Pertempuran berlangsung dengan sengit, korban terus berjatuhan di pihak marinir. Artileri berat Jepang menembaki kapal-kapal Angkatan Laut Amerika Serikat dan para marinir yang masih berada di pantai. Setelah beberapa kali gagal, Peleton Dua akhirnya berhasil melumpuhkan gardu pertahanan Jepang yang membuat repot mereka. Bersama-sama dengan peleton marinir lainnya, mereka bergerak maju sementara perlawanan musuh makin berkurang. Daerah pantai sudah aman. Dua hari kemudian, prajurit marinir menyerang Gunung Suribachi di bawah hujan tembakan artileri dan senapan mesin Jepang. Kapal-kapal angkatan laut membantu dengan melakukan bombardemen ke arah punggung Gunung Suribachi. Dalam pertempuran merebut Gunung Suribachi, John Bradley alias "Doc" menyelamatkan nyawa banyak prajurit marinir yang terluka. Atas jasanya Doc kemudian menerima penghargaan Navy Cross. Gunung Suribachi akhirnya juga berhasil diamankan. Para prajurit marinir menghabiskan empat malam berikutnya bersembunyi di lubang perlindungan untuk menghindar dari tembakan Jepang.
Pagi 23 Februari, peleton di bawah komando Hank diperintahkan mendaki Gunung Suribachi. Mereka sampai di puncak gunung dan mengibarkan bendera Amerika Serikat. Setelah peristiwa bersejarah tersebut, peleton marinir ditembaki oleh penembak jitu Jepang yang kemudian berhasil dihabisi tanpa ada seorang marinir pun yang menjadi koroban. Ketika Menteri Angkatan Laut James Forrestal tiba di Iwo Jima. ia meminta bendera yang dikibarkan di puncak Suribachi. Kolonel Johnson sangat marah, tapi akhirnya menyerah dan menyuruh Kapten Severance untuk menurunkan bendera tersebut dan menggantinya dengan bendera yang lain. Severance menugaskan Rene, seorang pesuruh naik ke atas gunung mengganti bendera bersama Peleton Kedua. Ketika mereka sampai di puncak gunung, mereka menurunkan bendera pertama. Mike, Harlon, Doc, Ira, Rene, dan Franklin kemudian mengibarkan bendera kedua. Peristiwa ini sepertinya tidak penting, namun diabadikan oleh fotografer perang bernama Joe Rosenthal. Hasilnya adalah foto Pengibaran Bendera Iwo Jima yang abadi sepanjang masa.
Pada 1 Maret, Peleton Kedua sedang berpatroli ketika diadang oleh tim senapan mesin Jepang. Mike memerintahkan Harlon untuk meminta pasukan para yang dipimpinnya agar menetralisir gardu senapan mesin. Seorang penembak dari marinir tertembak. Mike memeriksa marinir yang ternyata tewas. Ia berbalik dan memerintahkan unitnya untuk bergerak naik. Beberapa saat kemudian, Mike terempas setelah peluru meriam yang ditembakkan angkatan laut mendarat tepat di sebelah kanannya. Di tengah asap dan kekacauan, seorang prajurit Jepang mengambil alih senapan mesin. Sebelum tewas tertembak, prajurit tersebut melepaskan tembakan ke arah Mike hingga menderita luka-luka berat. Doc melakukan segala yang dapat dilakukan, namun Mike akhirnya tewas dalam beberapa menit. Kematian Mike membuat moral peleton runtuh. Hank tertembak di bagian dada dan tewas hampir seketika. Harlon tewas akibat tembakan senapan mesin beberapa jam kemudian. Dua malam kemudian ketika Doc sedang menolong marinir yang terluka, Iggy diculik tentara Jepang dan diseret ke gua. Jasad Iggy yang penuh bekas-bekas siksaan ditemukan beberapa hari kemudian oleh Doc. Franklin tewas di pelukan Ira pada 21 Maret akibat tembakan senapan mesin. Dari delapan prajurit dalam satu peleton, hanya 3 prajurit yang selamat, Doc, Ira, dan Rene. Beberapa hari setelah tewasnya Franklin, Doc terluka akibat tembakan artileri ketika mencoba menyelamatkan seorang rekan satu korps. Doc selamat dan dikirim pulang ke tanah air. Pertempuran berakhir pada 26 Maret dengan kemenangan Korps Marinir Amerika Serikat.
Media massa memuat foto pengibaran bendera kedua di Iwo Jima. Ketika ditanya nama-nama prajurit dalam foto, Rena menyebutkan lima nama. Selain dirinya sendiri, Rene memberi tahu keempat rekan dalam foto adalah Mike, Doc, Franklin, dan Hank. Rene mengira, prajurit yang memegang bagian pangkal tiang adalah Hank, padahal sebenarnya adalah Harlon. Ia juga berkata bahwa Ira adalah prajurit keenam dalam foto. Pernyataan tersebut dikoreksi oleh Ira yang mengatakan prajurit keenam bukanlah dirinya, melainkan Harlon. Ira bersikeras menyangkal dirinya ada di dalam foto. Ia bahkan sampai mengancam dengan meletakkan bayonet di leher Rene. Walaupun sudah diberi tahu Rene bahwa mereka akan dikirim pulang, Ira tidak juga mau mengaku. Setelah diancam akan dikirim kembali ke medan pertempuran, Rene akhirnya menegaskan bahwa prajurit keenam adalah Ira. Hal tersebut dikatakannya kepada Sersan Keyes Beech yang bertindak sebagai pandunya selama di Washington, D.C.. Namun Rene tidak memberi tahu bahwa prajurit yang memegang pangkal tiang adalah Harlon, bukan Hank.
Setelah keluar dari rumah sakit, Doc bersama-sama Ira dan Rene ditugaskan berkeliling ke negara-negara bagian mempromosikan penjualan obligasi perang. Ketika berada di Washington, mereka bertemu dengan Bud Gerber dari Departemen Keuangan Amerika Serikat yang menyambut mereka sebagai pemandu wisata. Doc mengetahui bahwa ibu Hank masuk ke dalam daftar ibu-ibu dari pengibar bendera yang tewas. Ira menjadi sangat marah. Mereka bertiga sepakat tidak akan memberi tahu siapa pun bahwa prajurit misterius yang memegang pangkal tiang bendera adalah Harlon Block dan bukan Hank.
Ketika mereka bertiga berkeliling untuk mempromosikan obligasi perang, Ira mulai sering mabuk. Ketika mengibarkan bendera di Soldier Field, Ira begitu mabuk dan muntah di hadapan komandan Korps Marinir Jenderal Alexander Vandergrift. Vandergrift berang kepada Bud dan Keyes, dan memerintahkan agar Ira dipulangkan. Ketika disuruh pulang oleh Keyes, Ira mengaku dirinya tidak tahan lagi diperlakukan sebagai pahlawan, dan Mike adalah pahlawan yang sejati.
September 1945, perang berakhir. Doc, Rene, dan Ira pulang ke tanah air. Pada suatu hari di tahun 1952, Ira yang baru keluar dari penjara menjadi pembonceng hingga ke Texas yang jaraknya lebih dari 2.000 km demi bertemu keluarga Harlon Block. Ia mengaku kepada Ed Block (ayah Harlon) bahwa prajurit yang memegang pangkal tiang bendera dalam foto adalah Harlon. Ketiga pengibar bendera di Iwo Jima bertemu kembali untuk terakhir kalinya pada tahun 1954 ketika Tugu Peringatan Perang Korps Marinir Amerika Serikat diresmikan. Ira meninggal dunia tahun berikutnya setelah minum-minum sepanjang malam. Pada tahun yang sama, Doc pergi mengendarai mobil ke kota tempat tinggal ibu Iggy dan menyampaikan kepadanya tentang cara kematian sang putra. Rene bekerja sebagai pesuruh di sebuah sekolah menengah atas hingga meninggal dunia pada tahun 1979. Doc menjadi pengusaha rumah duka yang berhasil hingga akhir hayatnya. Pada tahun 1995, sebelum menghembuskan nafas terakhir, Doc berkata kepada putranya, James, tentang Kapten Severance yang mengajak anak-anak buahnya berenang setelah mengibarkan bendera. Dalam adegan kilas balik ke tahun 1945, para prajurit berenang di laut setelah mengibarkan bendera.

Kesimpulan
Pertempuran Iwo Jima (19 Februari - 26 Maret, 1945), atau Operasi Detasemen, adalah pertempuran di mana Amerika Serikat dan berjuang untuk merebut Iwo Jima dari Jepang . The US invasion was charged with the mission of capturing the two airfields on Iwo Jima. [ 2 ] The battle produced some of the fiercest fighting in the Pacific Campaign of World War II . Invasi AS didakwa dengan misi menangkap dua lapangan udara di Iwo Jima. [2] Pertempuran menghasilkan beberapa pertempuran paling sengit dalam Kampanye Pasifik pada Perang Dunia II .
The Japanese positions on the island were heavily fortified , with vast bunkers , hidden artillery , and 18 km (11 mi) of underground tunnels. [ 3 ] [ 4 ] The Americans were covered by extensive naval and air support, capable of putting an enormous amount of firepower onto the Japanese positions. Para Jepang posisi di pulau itu sangat dibentengi , dengan luas bunker , tersembunyi artileri , dan 18 km (11 mil) dari terowongan bawah tanah. [3] [4] Orang-orang Amerika tertutup oleh laut yang luas dan dukungan udara, mampu menempatkan yang sangat besar jumlah senjata ke posisi Jepang. The battle was the first American attack on the Japanese Home Islands , and the Imperial soldiers defended their positions tenaciously. Pertempuran adalah serangan Amerika pertama di Jepang Kepulauan Home , dan tentara Kekaisaran gigih membela posisi mereka. Of the more than 18,000 Japanese soldiers present at the beginning of the battle, only 216 were taken prisoner . [ 1 ] The rest were killed or were missing and assumed dead. [ 1 ] Despite heavy fighting and casualties on both sides, Japanese defeat was assured from the start . Dari lebih dari 18.000 tentara Jepang hadir di awal pertempuran, hanya diambil 216 tahanan . [1] Sisanya tewas atau hilang dan diasumsikan tewas. [1] Meskipun pertempuran berat dan korban di kedua belah pihak, kekalahan Jepang terjamin sejak awal . The Americans possessed an overwhelming superiority in arms and numbers—this, coupled with the impossibility of Japanese retreat or reinforcement, ensured that there was no plausible scenario in which the United States could have lost the battle. [ 5 ] Orang Amerika memiliki sebuah keunggulan besar di lengan dan nomor-ini, ditambah dengan kemustahilan Jepang mundur atau penguatan, memastikan bahwa tidak ada skenario yang masuk akal di mana Amerika Serikat bisa kalah perang. [5]
Diposting oleh Crisz Rx 2000 di 20.37 |  
Langganan: Postingan (Atom)